Senja mulai menjelang, sang surya perlahan-lahan bersembunyi di balik bumi bagian barat. Cahayanya memancar menghiasi langit dengan warna orange seakan sedang terjadi kebakaran di atas langit sana. Dan sebentar-bentar para burung lewat untuk kembali ke sarangnya masing-masing, dengan bergerombol pada kelompoknya masing-masing.
Adzan maghrib
mulai berkumandang, bersahutan-sahutan dari masjid satu ke masjid lainnya. Itu adalah
tanda bahwa permainan sepakbola harus berhenti, dan seperti itulah setiap hari.
Setelah itu kami pulang ke rumah masing-masing.
“aku pulang
lang..”pamit adit untuk pulang ke rumahnya sambil menenteng layangan di tangan
kirinya. “iya dit..”jawabku pendek. Setelah selesai mandi dan sholat maghrib di
musholla, aku pergi mengaji bersama tetanggaku, ada rizal rumahnya tepat di
selatan rumahku, dan ada udin rumahnya di selatan rumahku berjarak 5 rumah dari
rumah rizal. Kami pergi bersama naik sepeda aku di bonceng udin dan rizal
sendirian.
Tempat kami
mengaji tidak terlalu jauh tepatnya di desa, tetangga desa kami. Di sebuah
rumah sederhana dindingnya masih dari kayu anyaman bambu, berlantaikan tanah. Tetapi
bersih dan halamanya di tanami tanaman sayur-sayuran ber macam-macam. Setelah masuk
kami duduk pada karpet sederhana dengan berderet-deret bangku panjang sebagai
alas kitab kami.
Sesaat setelah
kami duduk dan teman-teman lainya sudah berkumpul rapi pada tempat duduknya masing-masing,
datanglah guru kami memakai baju putih dengan sarung kotak-kotak biru dan
memakai kopyah. Seorang yang sangat kami hormati wajahnya basah mungkin habis
berwudhu tampak garis-garis di samping kelopak matanya menunjukkan usianya
sudah menginjak tua meskipun masih lincah bergerak.
Usianya mungkin
menuju 60 tahun hidup bersama istri beliau dan tidak mempunyai anak,mungkin
tuhan metakdirkan kamilah yang menjadi anak-anak beliau. Seorang manusia desa sederhana yang bersahaja.
Pekerjaanya hanya seorang petani. Mengajarpun tidak mau di bayar oleh para
orangtua muridnya yang berjumlah puluhan dari anak kecil sampai para pemuda. Apalagi
di bayar oleh pemerintah. Seorang desa sederhana yang mengajarkan semua ilmu
yang beliau punya untukanak-anak desa, Beliau
telah mengajar puluhan tahun dan ratusan murid yang telah beliau pernah didik
tanpa harus ada ijazah untuk lulus.
Hari inipun Setelah
duduk lesehan di depan kami semua, beliau mengucapkan salam dan mulai mengajar
kami sebuah kitab tentang adab seorang manusia karangan seorang ulama terkenal
dari banten, dengan bhasa jawa yang halus dan di selingi dengan bahasa jawa
kasar. Dan biasanya setelah sholat isya’ berjamaah kami di beri cerita
sederhana, yang sebagian sering kita dengar tapi dengan sudut pandang yang
berbeda yang selalu membuat kami kangen mendengar cerita beliau. Dan sesaat
sebelum mengakhiri cerita beliau selalu memberi kata-kata kesimpulan yang bisa
jadi kata mutiara di telinga kami.
Dan biasanya
setelah selesai mengaji kami berkumpul di warung kecil dekat tempat guru kami
milik seorang janda yang sudah tua untuk hanya sekedar mengobrol dan bercanda. Jam
sudah menunjukkan jam setengah 9 kamipun membuyarkan diri untuk pulang . . .
Bersambung . . .
SOCIALIZE IT →