Permasalahan
Eduksi oleh sebagian ahli logika disebut penyimpulan langsung (immediate
inference), silogisme merupakan bentuk penyimpulan tidak langsung (imediate
inference).
Silogisme
kategorik adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi
kategorik. Proposisi yang menjadi pangkalan umum dan pangkalan khusus disebut
premis (mukaddimah), sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis
kedua premisnya disebut term penengah (middle term). Premis yang termnya
menjadi predikat pada konklusi disebut premis mayor.[1]
Semua manusia akan mati.
Plato adalah manusia
Plato akan mati.
‘Semua
manusia akan mati’ adalah premis mayor, ‘Plato adalah manusia’ adalah premis
minor dan ‘Plato akan mati adalah konklusi, sedangkan ‘manusia’ adalah term
penengah. Contoh sebagai berikut sebagai unsur silogisme:
Semua tanamanmembutuhkan air (permis mayor)
M P
Akasia adalah tanaman
(permis minor)
S P
Akasiamembutuhkan air (konklusi)
S P
Keterangan:
S = subyek; P = predikat; M = middle term.
Hukum-hukum Silogisme Kategorik
Agar
mendapat kesimpulan yang benar, kita harus memperhatikan patokan-patokan
silogisme. Patokan-patokan itu adalah:[2]
a.
Apabila
dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua
yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian
makanan tidak menyehatkan
Jadi:
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan
tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan)
b.
Apabila
salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian
pejabat adalah korupsi
Jadi:
Sebagian pajabat tidak disenangi
(Kesimpulan
tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
c.
Dari
dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan. Kesimpulan
yang diturunkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan kebenaran yang
pasti, oleh karena itu kesimpulan seperti;
Sebagian
besar pelaut dapat menganyam tali secara baik
Hasan
adalah pelaut
Jadi:
Kemungkinan besar Hasan dapat menganyam tali secara baik
d.
Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak
menghasilkan kesimpulan apapun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan
kedua proposisi premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis
negatif adalah tidak sah.
Kerbau
bukan bunga mawar.
Kucing
bukan bunga mawar.
(....
Tidak ada kesimpulan)
e.
Paling
tidak salah satu dari term penengah harus tertebar (mencakup). Dari dua yang
term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah,
seperti:
Semua
ikan berdarah dingin.
Binatang
ini berdarah dingin.
Jadi:
Binatang ini adalah ikan
(padahal
bisa juga binatang melata)
f.
Term
predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada
premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:
Kerbau
adalah binatang.
Kambing
bukan kerbau.
Jadi:
kambing bukan binatang.
(‘Binatang’
pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis adalah positif)
g.
Term
penengah harus harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor.
Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan
itu bersinar di langit.
Januari
adalah bulan.
Jadi:
Januari bersinar di langit
(Bulan
pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari,
sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
h.
Silogisme
harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term middle.
Apabila terdiri dari sebuah tema tidak bisa diturunkan konklusi, begitu pula
bila terdiri dari dua atau lebih dari tiga term.
Absah dan benar
Dalam
membicarakan silogisme kita harus mengenal dua istilah yaitu absah dan benar.
Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya,
apakah pengambilan konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid
apabila sesuai dengan patokan di atas dan dikatakan tidak valid bila
sebaliknya.
Benar
berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, apakah ia didukung atau sesuai
dengan fakta atau tidak. Bila sesuai dengan fakta, proposisi itu benar, bila
tidak ia salah.
Keabsahan
dan kebenaran dalam silogisme merupakan suatu satuan yang tidak bisa
dipisahkan, untuk mendapatkan konklusi yang sah dan benar. Hanya konklusi dari
premis yang benar dari prosedur yang sah konklusi itu dapat diakui. Hal itu
karena bisa terjadi dari premis salah dan prosedur valid menghasilkan konklusi
yang benar, demikian juga dari premis salah dan prosedur invalid dihasilkan
konklusi benar.[3]
Bentuk-bentuk silogisme
Bentuk
silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah = middle term)
dalam premis. Ada empat macam bentuk silogisme, yaitu:
Figur 1:
Medium menjadi subyek pada premis mayor dan menjadi
predikat premis pada premis minor.
Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya.
Mencuri adalah dilarang Tuhan.
Jadi: Mencuri adalah mengandung bahaya.
Figur 2:
Medium menjadi predikat baik pada premis mayor maupun
premis minor.
Semua tetumbuhan membutuhkan air.
Tidak satu pun benda mati membutuhkan air.
Jadi: Tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan.
Figur 3:
Medium menjadi subjek pada premis mayor maupun premis
minor.
Semua politikus adalah pandai berbicara.
Beberapa politikus adalah sarjana.
Jadi: Sebagian sarjana adalah pandai berbicara
Figur 4:
Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi
subyek pada premis minor.
Semua pendidik adalah manusia.
Semua manusia akan mati.
Jadi: Sebagian yang akan mati adalah pendidik.
Silogisme bukan bentuk baku
Silogisme
kategorik yang berbentuk standar yakni memiliki tiga proposisi, tiga term, dan
konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya. Tapi, bentuk standar ini
dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan dari bentuk standar
dapat terjadi karena:[4]
1.
Tidak
menentukan letak konklusinya.
2.
Atau
disana seolah-olah terdiri lebih dari tiga term.
3.
Atau
hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu premis dan
satu konklusi.
4.
Atau
karena proposisinya lebih dari tiga.
b.
Silogisme
Hipotetik
Silogisme
hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya.
Sebenarnya
silogisme hipotetik tidak mempunyai premis mayor maupun premis minor karena
kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan
premis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Pada silogisme
hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis
mayornya, mugkin bagian antesedan dan mungkin pula bagian konsekuensinya
tergantung oleh bagian yang diakui atau dipungkiri oleh premis minornya. Ada 4
macam tipe silogisme hipotetik:
1.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Bila hujan, kami akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3.
Sologisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
jadi kegelisahan tidaak akan timbul.
4.
Silogisme
hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik
Mengambil
konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorik. Tetapi yang pening di sini adalah menentukan ‘kebenaran konklusinya’
bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen
dengan B, jadwal hukun silogisme hipotetik adalah:[5]
1.
Bila
A terlaksana maka B juga terlaksana.
2.
Bila
A tidak terlaksan maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3.
Bila
B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4.
Bila
B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Kebenaran hukum di atas menjadi jalas dengan penyelidikan
berikut:
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membubung
tinggi.
Nah, peperangan terjadi.
Jadi, harga makanan membumbung tinggi.
Bagaimana bila peperangan tidak terjadi? Dalam hal ini
berlaku kemungkinn kedua.
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung
tinggi.
Nah, peperangan tidak terjadi, jadi:
Harga bahan makanan tidak membumbung tinggi. (tidak sah =
salah)
Sekarang, bila harga bahan makanan membumbung tinggi,
apakah peperngan pasti terjadi? Di sini berlaku kemungkinan ketiga.
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung
tinggi.
Nah, sakarang harga bahan makanan membumbung tinggi, jadi
peperangan terjadi. (tidak sah = salah)
Sekarang bagaimana jika harga bahan makanan tidak
membumbung tinngi? Disini terjadi kemungkinan keempat.
Bila terjadi peperangan harga bahan makanan membumbung
tinggi.
Nah, harga bahan makanan tidak membumbung tinggi, jadi
peperangan tidak terjadi.
SOCIALIZE IT →