Gitar Warung Pertigaan
“hoi..” sahutku reflek. “sudah datang terlambat, baru duduk sudah ngelamun” tambahnya. Aku tak menjawab, dia teman sebangkuku namanya adit dia berbadan agak gemuk berwajah bundar seperti kelereng hobinya memakan permen di manapun dan kapanpun tanpa mengenak tempat dan waktu, saat inipun dia sedang mengunyah permen ber-merk terkenal yang iklanya sering wira-wiri di televisi. Meskipun begitu dia teman terakrabku di dalam kelas.
“biarkan saja dit.. itukan hobinya datang terlambat” seorang cewek di depan bangkuku menyahut. “nyahut saja ni cewek jadi-jadian, kayak listrik” jawabku. “terserah aku dong.. wekkk” jawabnya ketus. Adit hanya berhaha- hehe mendengar pembicaraan ku. Yang baru saja ikut nimbrung pembicaraan adalah nisa, meskipun dia berpakaian seperti teman-teman cewekku di sekolah tapi tingkah lakunya lebih mirip pria, tidak seperti arti namanya, meskipun wajahnya lumayan cantik. Aku pernah berpikir mungkin tuhan keliru saat memberi kelamin kepada cewek jadi-jadian ini, mungkin keliru dengan sampingnya saat pembagian kelamin.
Setelah itu seorang guru wanita masuk berjalan bak model di atas catwalk, berparas biasa tapi bodynya seperti gitar warung pertigaan kata teman-temanku. Umurnya di atas 30an namanya bu diah, diah tresnowati lengkapnya beliau mengajar kimia. Adit senang sekali atas kedatangan bu diah karena beliau adalah guru favoritnya. Pernah aku bertanya kenapa dia nge-fans dengan bu diah jawabanya tidak begitu mengejutkan bagiku, “seksi boy..” begitu jawabnya dengan sangat yakin.
Setelah bu diah tepat di depan kami dan meletakkan tas jinjingnya di atas meja guru beliau memulai pembukaan pelajaran dengan mengucapkan salam “assalamu’alaikum anak-anak..”, “wa’alaikumsalam bu’..” jawab kami tidak serentak karena adit menjawab paling keras diantara kami. “baiklah.. kita lanjutkan pelajaran kita hari senin kemarin tentang reaksi kimia..” lanjutnya.
Berbeda dengan adit aku tidak terlalu tertarik dengan bu diah, bukan karena tubuhnya tapi karena menurutku terlalu kaku terutama cara mengajarnya dalam kamusku guru seperti bu diah ini di sebut guru bertipe akademis addict. Yang cara mengajarnya harus sama sepersis-persisnya seperti dalam aturan system pendidikan nasional.
Jadi, setelah bu diah mulai mengajar adit memperhatikan hampir tanpa berkedip, aku memutuskan untuk meneruskan lamunanku. Kembali bertopang dagu dan melihat pemandangan favoritku . .
*
Setelah bel 2 kali berbunyi itu berarti jam istirahat sekolah. Anak-anakpun mulai keluar dari kelas seperti semut yang keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Setelah kelasku sepi adit mengajakku pergi ke kantin lapar katanya, sambil malas-malasan aku berjalan mengikuti adit dari belakang, setelah melewati anak-anak yang sibuk dengan waktu istirahatnya masing-masing, ada yang bergerombol ada yang sendiri ada juga yang berdua. Berbelok ke kiri kemudian beberapa langkah kamipun sampai di kantin, ternyata sudah ramai di dalam kantin. Setelah memesan kepada bi minah penjaga kantin kamipun mencari tempat duduk, sayup-sayup terdengar ada yang memanggil kami, ternyata ina yang memanggil kami “adit.. galang.. sini”, ana adalah teman sebangku nisa. Kamipun menghampirinya dan memutuskan ikut nimbrung denganya.
Kantin kami tidak terlalu besar, mungkin ukuranya 5 x 7 meter berbentuk kotak tanpa satu sisinya. Di dalamnya terdapat 7 bangku dengan 6 kursi di masing-masing bangkunya. Setelah kami mau duduk ternyata di situ sudah ada cewek jad-jadian. “hai cewek jadi-jadian..” sapaku. Diapun tidak mau kalah “hai juga preman sekolah..”jawabnya dengan wajah di manis-maniskan. “sudah-sudah nggak di kelas nggak di kantin ribut aja” sela adit. “dia tuh yang memulai..” jawab nisa. Aku hanya tersenyum, sedangkan ina hanya diam saja memang dia cewek pendiam.
Setelah itu makanan pesanan kami datang di antar adik bi minah. Sambil menghabiskan makanan kamipun ngobrol tak tentu arah . .
Bersambung . . .
SOCIALIZE IT →