A.
Pengertian Syirik
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah
adalah perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.[1] Orang yang melakukan syirik disebut musyrik. Seorang musyrik
melakukan suatu perbuatan terhadap makhluk (manusia maupun benda) yang
seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah seperti menuhankan
sesuatu selain Allah dengan menyembahnya, meminta pertolongan kepadanya,
menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan kecuali
hanya kepada Allah SWT.
Perbuatan syirik termasuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa
yang dilakukan hambanya, kecuali dosa besar seperti syirik. Firman Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang
besar. (QS. An-Nisaa’: 48)
B.
Macam-macam Syirik
Dilihat dari sifat dan tingkat sanksinya, syirik dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Syirik Akbar (Syirik Besar)
Syirik akbar merupakan syirik yang tidak akan mendapat
ampunan Allah. Syirik akbar dibagi menjadi dua, yang pertama yaitu Zahirun Jali (tampak nyata), yakni
perbuatan kepada tuhan-tuhan selain Allah atau baik tuhan yang berbentuk
berhala, binatang, bulan, matahari, batu, gunung, pohon besar, sapi, ular,
manusia dan sebagainya. Demikian pula menyembah makhluk-makhluk ghaib seperti
setan, jin dan malaikat.
Yang kedua yaitu syirik akbar Bathinun Khafi (tersembunyi) seperti meminta pertolongan kepada
orang yang telah meninggal. Setiap orang yang menaati makhluk lain serta
mengikuti selain dari apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
berarti telah terjerumus kedalam lembah kemusyrikan. Firman Allah SWT:
Artinya: “…dan jika kamu
menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS.
Al-An’am: 121).
2. Syirik Asghar (Syirik Kecil)
Syirik asghar termasuk perbuatan dosa besar, akan
tetapi masih ada peluang diampuni Allah jika pelakunya segera bertobat. Seorang
pelaku syirik asghar dikhawatirkan akan meninggal dunia dalam keadaan kufur
jika ia tidak segera bertaubat.
Contoh-contoh perbuatan syirik asghar antara lain:
Sabda rasulullah SAW:
وَمَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللّٰهِ
فَقَدْكَفَرَاَوْاَشْرَكَ
Artinya: “Dan barang siapa
yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka dia telah kufur atau syirik”.
(HR. Tirmidzi).[3]
2. Memakai azimat
Memakai azimat termasuk perbuatan syirik karena
mengandung unsur meminta atau mengharapkan sesuatu kepada kekuatan lain selain
Allah.
Sabda rasulullah SAW:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةًفَقَدْاَشْرَكَ
Artinya: “Barangsiapa
menggantungkan azimat, maka dia telah berbuat syirik”. (HR. Ahmad).[4]
3. Mantera
Mantera yaitu mengucapkan kata-kata atau gumam-gumam
yang dilakukan oleh orang jahiliyah dengan keyakinan, bahwa kata-kata atau
gumam-gumam itu dapat menolak kejahatan atau bala dengan bantuan jin.
Sabda rasulullah SAW: اِنَّ الرُّقْىَوَالتَّمَاٮِٕمَ وَالتَّوَلَةَشِرْكٌ
Artinya: ”Sesungguhnya
mantera, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik”. (HR. Ibnu
Hibban).
4. Sihir
Sihir termasuk perbuatan syirik karena perbuatan
tersebut dapat menipu atau mengelabui orang dengan bantuan jin atau setan. Dan
dalam sebuah hadits disebutkan:مَنْ
عَقَدَعُقْدَةًثُمَّ نَفَتَ فِيْهَافَقَدْسَحَرَ٬وَمَنْ سَحَرَفَقَدْاَشْرَكَ
Artinya: “Barangsiapa yang
membuat suatu simpul kemudian dia meniupinya, maka sungguh ia telah menyihir.
Barangsiapa menyihir, sungguh ia telah berbuat syirik”. (HR. Nasa’i).
5. Peramalan
Yang dimaksud peramalan ialah menentukan dan
memberitahukan tentang hal-hal yang ghaib pada masa-masa yang akan datang baik
itu dilakukannya dengan ilmu perbintangan, dengan membaca garis-garis tangan,
dengan bantuan jin dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda:
مَنِ
اقْتَبَسَ شُعْبَةًمِنَ النُّجُوْمِ فَقَدِاقْتَبَسَ شُعْبَةًمِنَ السِّحْرِ
Artinya: “Barangsiapa yang
mempelajari salah sat ilmu perbintangan, maka ia telah mempelajari sihir”.
(HR. Abu Daud). Yamg dimaksud ilmu perbintangan dalam hadits ini bukanlah ilmu
perbintangan yang mempelajari tentang planet yang dalam ilmu pengetahuan
disebut astronomi.
6. Dukun dan tenung
Dukun ialah orang yang dapat memberitahukan tentang
hal-hal yang ghaib pada masa datang, atau memberitahukan apa yang tersirat
dalam naluri manusia. Adapun tukang tenung adalah nama lain dari peramal atau
dukun, atau orang-orang yang mengaku bahwa dirinya dapat mengetahui dan
melakukan hal-hal yang ghaib, baik dengan bantuan jin atau setan, ataupun
dengan membaca garis tangan. Dalam sebuah hadits diterangkan:
عَنْ وَاٮِٔلَةَبْنِ الْاَسْقَعِ رَضِىَ اللّٰهُ عَنْهُ قاَلَ
: سَمِعتُ رَسُوْلَ اللّٰهِ صلى اللّٰهُ عليه وسلم يَقُوْلُ مَنْ اَتَى
كَاهِنًافَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍحَجَبَتْ عَنْهُ التَّوْبَةُاَرْبَعِيْنَ
لَيْلَةًفَاِنْ صَدَّقَهُ بِمَاقَالَ كَفَرَ
Artinya: “Dari Wailah bin
Asqa’i ra berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa datang
kepada tukang tenung lalu menanyakan tentang sesuatu, maka terhalanglah
tobatnya selama empat puluh hari. Dan bila mempercayai perkataan tukang tenung itu,
maka kafirlah ia”. (HR. Thabrani).
7. Bernazar kepada selain Allah
Dalam masyarakat masih
dijumpai seseorang bernazar kepada selain Allah. Misalnya seseorang bernazar,
“Jika aku sembuh dari penyakit aku akan mengadakan sesajian ke makam wali”.
Perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang sesat.
Firman Allah SWT:
Artinya: “Apa
saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan maka sesungguhnya
Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang
penolongpun baginya”. (QS. Al-Baqarah: 270).[5]
8. Riya
Riya adalah beramal bukan karena Allah, melainkan
karena ingin dipuji atau dilihat orang. Riya termasuk syirik, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:اَخْوَفُ مَااَخاَفُ
عَلَيْكُمُ الشِّرْكَ الْاَصْغَرَفَسُٮِٔلَ عَنْهُ فَقَالَ الرِّيَاءُ
Artinya: “Sesuatu yang amat
aku takuti yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi ditanya tentang hal
ini, maka beliau menjawab, ialah Riya”. (HR. Ahmad).[6]
Menurut klasifikasi umum, syirik dibagi menjadi empat macam yaitu:
1. Syirku Al-‘Ilmi. Inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan. Mereka
mengagungkan ilmu sebagai maha segalanya. Mereka tidak mempercayai pengetahuan
yang diwahyukan Allah. Sebagai contoh mereka mengatakan bahwa manusia berasal
dari kera.
2. Syirku At-Tasarruf. Syirik jenis ini pada prinsipnya disadari atau tidak oleh
pelakunya, menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas penghidupan
manusia berada di tangan-Nya. Mereka percaya adanya “perantara” itu mempunyai
kekuasaan. Contohnya adalah kepercayaan bahwa Nabi Isa anak Tuhan, percaya pada
dukun, tukang sihir atau sejenisnya.
3. Syirku
Al- Ibadah. Inilah syirik
yang menuhankan pikiran, ide-ide atau fantasi. Mereka hanya percaya pada
fakta-fakta konkrit yang berasal dari pengalaman lahiriyah. Misalnya seorang
atheis memuja ide pengingkaran terhadap berbagai bentuk kegiatan.
4. Syirku
Al-‘Addah. Ini adalah
kepercayaan terhadap tahayul. Sebagai contoh percaya bahwa angka 13 itu adalah
angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka tersebut, menghubungkan kucing
hitam dengan kejahatan, dan sebagainya.
C.
Contoh
Perilaku Orang yang Berbuat Syirik
ÇPada masa pemerintahan Fir’aun, dari kaum Fir’aun
kita dapat menarik pelajaran bahwa yang disebut syirik bukan hanya sikap
seseorang yang mengagung-agungkan sesuatu dari kalangan sesama makhluk,
termasuk sesama manusia (kultus), tetapi syirik juga meliputi sikap
mengagung-agungkan diri sendiri kemudian menindas harkat dan martabat sesama
manusia, seperti tingkah diktator dan tiran. Sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya: “Dan ini sama sekali tidak
dalam ‘kegagalan’ atau ‘keperkasaan’, melainkan justru dalam kehinaan yang
lebih mendasar, karena dia diperhamba oleh nefsunya sendiri untuk berkuasa dan
menguasai orang lain. Inilah keadaan Fir’aun yang kemudian mengalami hukum
Tuhan yang tragis dan dramatis, dan dia baru insyaf setelah malapetaka menimpa,
namun sudah terlambat.” (QS. Yunus: 90).
D.
Akibat Perbuatan Syirik
Adapun akibat negatif yang ditimbulkan dari
syirik, antara lain:
a. Sulit menerima kebenaran. Firman Allah
SWT:
“Allah
telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup,
dan mereka akan mendapat adzab yang berat.” (QS. Al-Baqarah: 7). Hati orang-orang syirik
tertutup untuk menerima kebenaran baik yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya.
Menurut Ibnu Jarir, ketertutupan hati orang syirik itu lantaran dari sifat
kesombongan dan penentangannya terhadap kebenaran yang disampaikan kepadanya.
Orang-orang syirik yang mendustakan ayat-ayat Allah dideri peringatan atau
tudak sama saja bagi mereka, karena hati mereka buta.
b. Munculnya perasaan bimbang dan ragu.
Firman Allah SWT:
“Dalam
hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu, dan mereka
mendapat adzab yang pedih, karena mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10). Menurut pendapat Ibnu
Abbas, penyakit hati orang syirik adalah perasaan bimbang dan ragu (syak), kegoncangan batin seperti inilah
yang menjadikan mereka merasa gelisah. Hatinya tidak pernah tenang, merasa
tidak puas dengan harta, jabatan yang mereka miliki.
c. Hanya akan memperoleh kesenangan
sementara. Kesenangan hidup di dunia yang diperoleh orang-orang musyrik
sifatnya sementara, di akhirat kelah akan mendapatkan siksa yang pedih.
Meskipun ketika hidup di dunia mereka dalam keadaan miskin dan sengsara,
lebih-lebih jika mereka kaya, bagi mereka hal itu tetap merupakan keuntungan
dan kesenangan karena mereka mengikuti hawa nafsunya.
d. Amalan dan harta yang yang dinafkahkan
sia-sia. Amalan yang dinafkahkan orang-orang musyrik adalah sia-sia (tidak
diberi pahala oleh Allah), apa yang dimilikinya tidak akan dapat digunakan
untuk menebus siksa di akhirat kelak, sebagaimana firman Allah SWT:
“Perumpaan harta yang mereka
infakkan di dalam kehidupan dunia ini, ibarat angin yang mengandung hawa sangat
dingin yang menimpa tanaman (milik) suatu kaum yang menzalimi diri sendiri,
lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menzalimi mereka, tetapi mereka yang
menzalimi diri sendiri.” (QS. Ali Imran: 117).
e. Orang musyrik dinilai sebagai makhluk terburuk. Allah menilai
orang-orang musyrik dengan penilaian yang sangat rendah. Orang-orang musyrik
itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih rendah dan sesat daripada
binatang.
f. Menjadi musuh Allah. Perbuatan musyrik menyebabkan murka Allah SWT,
sebagaimana firman Allah:
Artinya: “…..maka sesungguhnya Allah musuh bagi
orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 98).
g. Dijanjikan mendapat siksa neraka. Allah
menerangkan dalam firman-Nya:
“Pada hari itu ada wajah
yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang
yang berwajah hitan muram (kepada mereka dikatakan), mengapa kamu syirik
setelah beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Ali Imran: 106).
E.
Hikmah Menghindari Perbuatan
Syirik
Seseorang yang dapat membebaskan dirinya dari perbuatan syirik
memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia secara nyata, antara lain:
a.
Mengangkat
manusia ke derajat paling tinggi dan mulia.
b.
Mengalirkan
rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
c.
Membuat
manusia menjadi suci dan benar
d.
Memunculkan
kepercayaan yang teguh dalam segala hal, tidak mempunyai hubungan khusus dengan
siapapun atau apapun yang menyebabkan rusaknya iman.
e.
Tidak
mudah putua asa dengan keadaan yang dihadapi.
f.
Menumbuhkan
keberanian dalam diri manusia. Dalam hubungan ini ada dua hal yang membuat
manusia menjadi pengecut, yaitu takut mati, dan pemikiran yang menyatakan bahwa
ada orang lain selain Allah yang dapat mencabut nyawanya.
g.
Mengembangkan
sikap cinta damai dan keadilan, menghalau rasa cemburu, dengki, dan iri hati.
h.
Menjadi taat dan patuh kepada
hukum-hukum Allah.
[1] Tim Penyusun, Akidah Akhlak
al-Hikmah, (Surabaya: Akik Pusaka, 2008), 28.
[2] Ja’far Subhani , Tauhid Dan Syirik, (Bandung: Mizan,
1996), 230.
[3] HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad
(II/34, 69, 86) dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma. Al-Hakim berkata:
Hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim. Dan disepakati oleh
adz-Dzahabi.
[4] Muhammad Bin Abdul Wahhab, Tegakkan
Tauhid Tumbangkan Syirik, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), 54.
[5] Ibid., 81.
[6] HR. Ahmad (V/428-429) dari Shahabat Mahmud bin Labid Radhiyallahu
'anhu. Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma'uz Zawaa'ij (I/102):
"Rawi-rawinya shahih". Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam
Mu'jamul Kabiir (no. 4301), dari Shahabat Rafi bin Khadiij Radhiyallahu 'anhu.
Imam al-Haitsami dalam Majma'uz Zawaa-ij (X/222) berkata: "Rawi-rawinya
shahih" Dan hadits ini dihasankan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam
Bulughul Maram. Dishahihkan juga oleh Syaikh Ahmad Muham-mad Syakir dalam
tahqiq Musnad Imam Ahmad (no. 23521 dan 23526).
SOCIALIZE IT →